15/10/2025
Spread the love

Dalam rangka menjaga keberlanjutan pembangunan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak melalui Dinas Perkebunan melakukan penyesuaian tarif retribusi di sektor perkebunan, khususnya pada komoditas pala.

Penyesuaian ini hanya dilakukan pada komoditas pala kulit, dengan kenaikan sebesar Rp100 per kilogram, dari sebelumnya Rp200 menjadi Rp300 per kilogram dan berlaku sejak ditetapkan pada tanggal 1 Oktober 2025 kemarin melalui edaran yang telah disampaikan kepada pelaku usaha pala grosir perdagangan antar pulau.

Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmorojati, ST, MT, menjelaskan bahwa penyesuaian ini mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Fakfak Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurutnya, kebijakan ini bukan sekadar menaikkan tarif, melainkan merupakan langkah untuk memastikan bahwa retribusi ditetapkan secara adil, proporsional, dan dapat diterima oleh semua pihak.

Ia menekankan bahwa jika retribusi terlalu rendah, penerimaan daerah tidak akan mencukupi untuk mendanai berbagai kebutuhan seperti pelayanan, pengawasan, hingga peningkatan mutu komoditas pala. Sebaliknya, tarif yang terlalu tinggi bisa berdampak negatif bagi petani maupun pelaku usaha di sektor perkebunan.

Oleh karena itu, penetapan tarif dilakukan secara kompromistis, dengan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi dan sosial. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah pengambilan nilai tengah (median) dari jenis-jenis retribusi yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Pala kulit tuli: Rp200/kg, Pala kulit campur: Rp300/kg dan Pala kulit goyang: Rp350/kg

Dari data tersebut, diperoleh nilai median sebesar Rp283,33,- yang kemudian dibulatkan menjadi Rp300/kg. Nilai ini dianggap representatif dan tetap terjangkau oleh pelaku usaha pala grosir perdagangan antar pulau.

Penyesuaian ini juga mempertimbangkan harga jual pasar komoditas pala kulit yang bervariasi antara Rp 41.000 hingga Rp 68.000/kg, dengan rata-rata sekitar Rp54.500/kg.

Dengan retribusi sebesar Rp300/kg, kontribusi yang ditarik hanya sekitar 0,55% dari harga jual rata-rata, jauh di bawah ketentuan umum retribusi yang bisa mencapai 1–2%. Artinya, kebijakan ini masih sangat wajar dan tidak membebani.

Lebih dari sekadar kebijakan fiskal, langkah ini juga menjadi bagian dari komitmen Pemerintah Daerah untuk menjadikan Pala Fakfak sebagai komoditas unggulan yang bermutu tinggi, berdaya saing, dan mampu memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Kenaikan tarif retribusi ini juga bukan sekadar angka, melainkan langkah strategis bersama untuk memperkuat PAD dan ekonomi daerah, menjaga mutu komoditas, serta memastikan bahwa manfaat dari sektor unggulan ini dapat kembali ke masyarakat, khususnya petani dan pelaku usaha sebagaimana menjadi harapan berbagai pihak.

Harapannya, dengan kontribusi kecil ini, kita bisa membangun fondasi besar untuk masa depan Pala Fakfak yang lebih unggul dan berkelanjutan. Dana dari retribusi akan diarahkan untuk mendukung peningkatan mutu dan kualitas pala, penguatan akses pasar, penyediaan fasilitas dan infrastruktur penunjang, serta perlindungan bagi petani dan pelaku usaha.

Namun demikian, perlu disadari bahwa efektivitas pengembalian manfaat retribusi kepada masyarakat sangat bergantung pada kontribusi PAD secara keseluruhan dan kemampuan daerah dalam mengalokasikan anggaran secara adil pada sektor perkebunan unggulan ini.

Mudah-mudahan dengan bertambahnya retribusi daerah dari komoditas pala unggulan daerah ini bukan sekedar pungutan namun kami berharap bisa Kembali ke masyarakat dan pelaku usaha dalam bentuk  peningkatan mutu dan kualitas pala, penguatan akses pasar, fasilitas dan infrastruktur penunjang petani dan palaku usaha, perlindungan terhadap petani, dan peningkatan PAD itu sendiri yang menjadi harapan banyak pihak.

Namun lagi-lagi alokasi pengembalian retribusi dalam bentuk nyata untuk masyarakat petani pala dan pelaku usaha tergantung dari kekuatan kontribusi PAD dan kekuatan pembiayaan di daerah dengan mengalokasikan anggaran secara adil pada sektor Perkebunan unggulan daerah.